SEMUA bermula di YouTube. Syahdan, adik kakak Abiyoso Utomo (Ozo) dan Adri Dwitomo iseng-iseng mengunggah rekaman mereka tengah menyanyikan tembang daur ulang band-band emo macam Escape The Fate, Secondhand Serenade, Bullet for My Valentine, atau pun Boys Like Girl ke situs berbagi video itu.
Di luar dugaan keduanya, video itu mendapat respons yang cukup hangat.
“Viewers-nya lumayan banyak. Yang subscribe ke akun YouTube kami juga banyak. Enggak hanya dari Indonesia saja, tapi juga dari Singapura, Filipina, Thailand, dan Ceko. Padahal niat bikin video itu cuma iseng saja,” ujar Ozo. Video itu ditonton juga Raka, gitaris Vierra. Raka dan kakak beradik ini dulunya aktif berkutat di indie emo. Ozo dan Adri sempat ngeband bareng dalam band bergenre emo.
Raka lalu mereferensikan video itu kepada Kevin Aprillio, kibordis sekaligus pentolan Vierra yang juga tengah giat mencari bakat-bakat baru untuk diorbitkan.
“Kevin kemudian menelepon saya dan mengajak bekerja sama. Awalnya saya saja yang diajak. Saya enggak mau sendiri. Adri juga harus diikutsertakan. Akhirnya, terbentuklah Duette,” tutur Ozo. Permintaan itu diiakan Kevin.
Mereka lalu mulai membuat demo rekaman. Musik dan lagu dibuat Kevin. Tapi sampai beberapa demo, Indrawati Widjaja atau Bu Acin, bos Mucica Studio’s, kurang sreg.
“Mungkin Bu Acin merasa lagunya terlalu Vierra. Dia lalu menyuruh kami membuat lagu sendiri. Akhirnya setelah membuat sekitar belasan lagu dan mempresentasikan di depan Bu Acin, alhamdulillah kami diterima di Musica Studio’s. Kami teken kontrak dengan Musica Januari tahun lalu,” ungkap Ozo.
Dalam format duet ini, Ozo dan Adri berpindah langgam dari emo ke pop modern.
“Pada dasarnya kami mendengar semua jenis musik. Tidak terbatas pada genre tertentu. Jadi tidak masalah bermain di musik pop. Lagi pula banyak yang bisa dieksplorasi dari musik pop,” bilang Ozo.
Jadilah, album debut mereka, Awal Baru, yang diproduseri Irwan Simanjuntak, Alam Urbach, dan Kevin Aprilio sebagai manifestasi genre baru yang mereka mainkan.
“Kami memainkan semua musik pop di sini. Mulai dari ballad pop, J-pop, Swedish pop, sampai pop Melayu,” tutur Adri. Mereka juga melirik K-pop.
“Terus terang, kami juga kerap mendengar musik K-pop. Kami tak jijik dengan musik boy band atau girl band Korea. Memang kelihatannya, musik mereka itu terkesan mengandalkan tampang yang imut. Tapi sebenarnya, secara musikal, musik K-pop itu menurut saya sangat hebat. Keren,” tegas Adri tanpa malu-malu.
Di Duette, Ozo dan Adri sama-sama menyandang status vokalis. Bedanya, Ozo mengambil nada tinggi. Sedang Adri mengambil nada rendah. “Supaya ada harmonisasi,” tutur Ozo.
Khusus Adri, ia juga menyandang tugas sebagai pemain gitar. Untuk menopang penampilan di panggung, Duette menggunakan band pengiring. Meski konsepnya duet, mereka ingin tampak sebagai band. Yang menarik, Duette juga membekali aksi panggung mereka dengan koreografi.
“Jadi ada beberapa lagu yang kami isi dengan koreografi. Enggak yang sampai gimana-gimana koreografinya. Secukupnya saja. Koreografi itu untuk mengekspresikan lirik lagunya. Ya, sama seperti artis solo Michael Jackson atau Usher yang sering menjadikan koreografi sebagai representasi lagu yang dibawakan,” ucap Adri.
Singel pertama Duette yang berjudul “Pernah” ditulis oleh Adri. “Awal, aransemennya dibikin bergaya One Republic. Tapi setelah bertemu Irwan Simajuntak dan merespons banyak masukan, maka terdengar seperti sekarang,” ujar Adri.
0 komentar:
Posting Komentar